Kamar perawatan ini terasa hening, sekujur tubuhku terasa mati. Masih
terngiang di telingaku suara terakhir kekasihku, Aan. Kata-kata
terakhirnya mengusik kalbuku, bisakah aku menepatinya Kasih...?, Bisakah
aku mencintai lelaki lain selain dirimu..??.
“Aku mohon In..??,
Jadilah kekasih Rae dan menikahlah dengan nya, izinkan aku pergi dengan
tenang...” Di sela nafas terakhirnya, kak Aan masih sempat memikirkan
diriku
“Aku.. aku gak bisa kak..” Kataku sembari memeluk tubuh rapuhnya
“Kau
sayang padaku..?, Jika kau sayang padaku, kabulkan lah permintaanku,
izinkan aku menyelesaikan tugas terakhirku ini.. izinkan aku pergi
dengan tenang kasihku..”
Mendengar ucapannya, tangisku semakin
keras. Aku belum sanggup melepasnya, apa lagi bersama lelaki lain, walau
lelaki lain itu adalah saudara kembarnya sendiri.
“Hentikan An.. kau akan sembuh..!!” Bentak Rae pada saudara satu-satunya ini.
Dibalik bentakan Rae, aku tau kalau dia sangat sedih. Buliran air mata
yang mengalir dipipinya, tak bisa menutupi rasa sedihnya. Itulah
sebabnya, dia rela-rela pulang dari Amerika dari pendidikan tingginya.
“Aku
bahagia karena mendapatkan saudara dan kekasih yang begitu sayang
padaku, tapi aku juga sedih jika kalian tak mengabulkan permintaanku.”
Ucap Kak Aan dengan suara yang semakin terasa sulit untuk dikeluarkan.
Tangan dinginnya mengelus lembut rambutku yang terurai, tangan itu pula
yang mengangkat wajahku menoleh kearah wajahnya yang semakin pucat dan
tak bercahaya lagi “Aku mohon..”
Kata-kata nya itu memberi lubang
dihatiku, lubang yang selama ini tak ingin kurasakan. Tangan itu kini
mengenggam tanganku, diarahkannya tanganku kearah tangan Rae. Kini
tangan kami berdua seperti dipersatukan oleh takdir, dengan senyum manis
dan nafas tersendat, Kak Aan kembali berucap “Aku bahagia sekaligus
cemburu dengan benang merah yang mengikat jodoh kalian, kini aku bisa
tidur tenang, aku akan selalu mendoakan kalian, dan untukmu kasihku, kau
memang seharusnya mencintai Rae dari pada aku...” Tuuutt... suara mesin
EKG menghentikan suaraku untuk membalas ucapannya. Tubuhku terpaku
melihat tubuhnya yang mengkaku dengan senyum manis yang mengmbang di
wajahnya. Oh Tuhan..., apa... apa.. ini hari terakhirku bersamanya,
tubuhku mundur dari keramaian para dokter dan suster yang berusaha
menyelamatkan nyawanya, diriku tersandar lemah didinding kamar rumah
sakit, sementara tangan Rae masih erat mengenggam tanganku. Saat para
dokter menyatakan kepergiannya, aku semakin terpukul. Tubuhku semakin
kaku, lubang di hatiku semakin besar, ditambah sekarang tangan Rae lepas
dari genggamanku. Entah hatiku yang melayang jauh, atau tubuhku yang
tak sanggup menahan rasa sakit dihatiku, hingga buk.. aku ambruk bersama
perginya kekasih hatiku. Saat mataku terpejam, aku bisa merasakan suara
hangat Rae, dan hawa panas tubuhnya yang mengendongku. Entah aku dibawa
kemana oleh Rae, tapi aku tak sanggup lagi untuk berbuat apa-apa.
Tuhan.. kenapa ini terjadi padaku, sebentar lagi kami akan menikah,
kenapa kau renggut dia dari pelukanku.
Kepergiaan Aan membawa
duka dikeluarga Handoko dan juga keluargaku, acara yang telah kami
persiapkan untuk sebulan lagi, lenyap bersama duka yang begitu memberi
lubang dihati kami.
Meski begitu, kami tetap harus mengikhlaskan
kepergian Aan. Aku hanya bisa mengatakan ini kasihku, selamat jalan, aku
akan selalu mencintaimu. Terima kasih untuk segalanya, izinkan aku
menjalankan amanh terakhirmu, meski itu berat aku akan bersama kak Rae
untuk dirimu. Satukan kami dalam doamu kasihku, jika memang benar benang
merah telah mengikat kami berdua, kami akan bersama seperti kata
terakhirmu, aku sayang kamu Kak Aan.
1 bulan telah berlalu, kehidupan
normal telah terwujud di rumah keluarga Handoko. Kini mereka telah
mulai menata kembali kehidupan baru dikeluarga kecil mereka. Kepulangan
Rae memberikan kehangatan dan kebahagiaan di keluarga Handoko, meski
hati mereka masih terbesit rindu pada anak sulung mereka.
Aku pun
juga kembali aktif kekehidupanku seperti biasanya, kini aku menjalankan
pertunangan dengan Rae, seperti yang diamanahkan kak Aan, walau cincin
yang mengikat jari manisku ini terasa beda, tapi aku coba untuk bahagia
disela kerinduanku padanya.
Pagi yang cerah mengawali langkahku kerumah Handoko, tetanggaku ini.
“Pagi Tante...” Sapa ku pada calon mertuaku ini
“Pagi sayang..” Balas Tante Rini sembari mengecup keningku “Mau mengantar Rae untuk mengurus kepindahannya ya..??”
“Iya tante... kak Rae mana...??” Tanyaku kembali
“Kamu seperti gak mengenal Rae saja..” Kata Tante Rini sembari mengerjipkan matanya
Aku
tau apa maksudnya, Rae pasti masih tidur. Dia memang beda dengan Kak
Aan, meski wajah mereka sama, tapi sikap dan prilaku mereka sungguh
berbeda. Kak Aan adalah cowok yang lembut, penurut dan sangat mengerti
keadaan orang disekitarnya. Sementara Rae, adik kembar kak Aan ini
sangat angkuh, egois, mulutnya terkadang sangat kasar, meski begitu dia
bukanlah orang yang jahat, selain kepintarannya, dia sangat sayang pada
saudaranya.
Sejak aku bertunangan dengan kak Aan, dia melanjutkan
pendidikannya keluar Negeri, tepatnya di Amerika. Berkat kepintarannya,
dia mampu loncat kelas, dan sekarang dia duduk di bangku perguruan
tinggi, sementara kak Aan dan aku masih duduk di Kelas 3 SMA Bakti
Bangsa.
Dengan langkah malas, aku pun berjalan menapaki anak tangga
yang melingkar dirumah besar ini. Aku sudah terbiasa seperti ini.
Maklum, aku mengenal keluarga ini sejak kepindahanku di usia 7 tahun.
Hal pertama yang menarik hatiku, adalah anak kembar keluarga Handoko
ini.
Setelah sampai di depan pintu kamar Kak Rae, aku langsung membuka
pintu kamarnya. Terlihat sesosok cowok, dengan tubuh tegap tengah
menikmati tidurnya. Saat mataku berkeliling menelusuri ruangan,
lagi-lagi aku menghela nafas panjang. “Kotor..” Selaku berbarengan
dengan hembusan nafas panjang. Ku langkahkan kakiku menuju ke
pembaringan tunanganku ini, saat sampai didekatnya. Aku cukup terpana
dengan pemandangan pagi ini, ternyata Rae tumbuh begitu cepat, tubuhnya
berisi dan dadanya bidang. Wajahnya pun juga lebih putih sekarang,
saudara kembar ini memang sangat tampan, mungkin itulah salah satu
kenapa aku tertarik dengan mereka berdua.
Aku terkejut saat mata kak Rae terbangun dan terbelalak menatap aku yang berdiri disampingnya.
“Lancang..!!” Bentaknya padaku
“Ma...maaf
Kak... aku gak bermaksud begitu...?” Kataku gugup, segera kulangkah kan
kaki keluar dari kamarnya, tapi tiba-tiba brukk.. aku jatuh dalam
pangkuannya. Ternyata dia menarikku hingga aku terjatuh dalam pelukannya
sekarang.
“Segitu senangnya kamu masuk kamarku.., sudah gak sabar
untuk menjadi istriku ya..??” Katanya sembari membalikkan posisiku,
sekarang aku berada di bawahnya.
“Apa..!!” Teriakku jengkel “Aku hanya ingin membangunkanmu, kau lupa hari ini kita harus mengurus kepindahanmu..”
“Benarkah..., kenapa kau gugup begitu...?”
“Aku... aku gak gugup.. lepaskan aku.. panas tau..” Sangkalku
“Aku akan melepaskanmu, setelah aku mendapatkan jatahku pagi ini...”
“Apa..??” Tanyaku bingung
Pertanyaanku
dijawab senyum jahil olehnya, sekarang dia berusaha menciumku. Entah
kenapa, aku merasa terhina diperlakukan begini, segera kudorong tubuhnya
kuat-kuat. “Maaf aku bukan cewek murahan yang seenaknya kau perlakukan
begitu..” Kataku seraya pergi meninggalkannya yang melongo dengan
kepergianku.
Entah kenapa aku sangat kesal dengan perlakuannya yang
begini padaku, aku ingin dia pandang sebagai tunangannya, bukan sebagai
suatu kewajiban dalam menjalankan amanah kakaknya, dia fikir aku sanggup
begini, tentu saja tidak. Melihat wajahnya, sama saja aku mengingat
wajah Kak Aan, sama saja aku membuka lukaku.
Setiap hari kekesalan selalu menghantui wajahku, meski kesal hari
ini aku tetap pergi dengannya. Sesampai dikampus, aku cukup gugup,
maklum aku masih anak SMA kelas 3, masih takut untuk masuk wilayah
orang-orang gede begini. Semua mata memandangku dan Rae, aku gak tau
kenapa.
Nampaknya Rae tau kalau aku gugup, dia langsung mengambil
tanganku dan mengandengku dengan erat. Tanganya memang hangat dari pada
tangan kak Aan, terasa lebih nyaman dan berani jika aku bersamanya. Kami
pun mengurus segala keperluan pindahannya, karena kak Rae pindah dari
Universitas di Amerika, maka Universitas ternama dikota ku ini sangat
senang menyambut Mahasiswa yang pintar seperti Rae.
Setelah
mengurus segala keperluan, Rae mengajak aku makan siang di pantai tempat
kami bertiga sering pergi. Aku sungguh senang bisa kesana lagi, karena
disana awal cintaku bersama kak Aan.
“Maaf ya tadi pagi..” Katanya sembari menatap penuh penyesalan padaku
“Hemzz...” Kataku sok jual mahal
“Kamu gak mau maafin aku...??”
“Bagaimana
ya...??” Kata ku sembari menatap tajam kearahnya.. dan cuing..
kucoletkan ice cream yang sedang kumakan di pipinya.. aku pun tertawa
keras melihat wajahnya..”Nah.. sekarang baru kumaafkan..” Sembari terus
tertawa...
“ Owh gitu...” Katanya sembari membalas kelakuanku, dari
pada aku cemong seperti dia, labih baik aku kabur. Hari itu aku bermain
kejar-kejaran bersamanya, aku bermain siram-siraman bersamanya. Entah
kenapa bersamanya, ada kebahagiaan kembali yang kurasa dihatiku. Hatiku
yang berlubang, kini sedikit demi sedikit terisi kembali. Bolehkah aku
kembali bahagia bersama Rae, kak Aan..?? Bolehkan aku mencintainya..??.
Hari
ini, Rae mulai kuliah. Aku rasa dia akan melupakanku, karena dunianya
dan duniaku sudah berbeda, dia anak kuliahan sementara aku anak bau
kencur yang masih kekanak-kanakkan. Walau aku sering kerumahnya, tapi
aku jarang sekali bertemu dengannya, dan walaupun waktu kami bertemu,
pasti dia dalam keadaan sangat capai, aku gak mungkin menganggunya.
Kesal sich.., tapi mau diapain lagi.
Hari ini hari minggu, tante Rini
dan Om Handoko berangkat ke Luar Kota. Aku disuruh tante untuk menjaga
Rae, ya.. seperti baby sister lagi dech. Ini biasa kulakukan, tapi saat
itu kak Aan masih ada, dan dia selalu membantuku, sekarang tinggal Rae
yang paling jahil.
Saat aku kerumahnya, kulihat teman-teman kuliah Rae telah hadir dirumah. Semua mata memandang kearahku, aku terkejut.
“Wah..
imut sekali Rae.. siapa itu...??” Tanya salah seorang teman kuliah Rae,
yang sekarang berdiri dihadapanku, disusul semua teman cowoknya.
“Jangan ganggu... dia anak tetangga sebelah.. “ Jawab Rae tanpa menoleh kearahku
“Benarkah..??, kenapa gak bilang punya tetangga seimut ini.. hay.. namaku Kevin..?”
“Namaku Inda..” Jawabku sembari mengambil tangan yang diulurkan oleh Kak Kevin
“Sudah punya pacar belum..??” Kata Kak Kevin sambil menatap genit padaku
Aku hanya tertawa dibuatnya..
“Sudah kubilang jangan ganggu..” Kata Rae yang tiba-tiba menjinjing Kevin, seperti ibu kucing saja.
“Apaan sich..” Gerutu Kevin. Aku hanya tersenyum melihat tingkah laku temannya Rae ini, nampaknya mereka baik.
“Kamu...!!”
Bentak Rae padaku “Kenapa masih disini, mau tebar pesona..?? cepat
kedapur.. kamu disuruh mama untuk jaga aku kan.. berlakulah seperti
penjaga.. sana..!!” Teriaknya menulikan telingaku
“Iya...” Jawabku
kesal, tanpa disuruhpun aku akan segera pergi. Seperti pembantu saja aku
diusirnya,, hu... dasar. Walau dibentak begitu, aku tetap saja
membuatkannya makanan dan minuman, untung ada Bi Inem yang bantu.
Setelah siap semuanya, aku keluar untuk mengantarkan makanan ringan ini
keruang tamu. Dengan senyum bahagia, aku pun melangkahkan kaki menuju
keruang tamu, terasa seperti nyonya rumah saja. Sampai diruang tamu,
senyumku berubah kecut, aku melihat ada seorang cewek yang cantik tengah
berpangku genit pada Rae, entah kenapa hatiku jadi sakit, tapi segera
ku tepis perasaan itu.
Aku pun menaruh nampan berisi minuman dan cemilan didekat mereka “Ini minumannya, silahkan diminum..” Sapaku ramah.
“Wah makasih dek Inda...”Jawab kak Kevin sembari mendekatiku lagi
“Siapa suruh bikin minuman..??” Kata Rae ketus
“Ech.. gak ada, aku fikir temanmu pasti haus makanya kubuatkan minuman..”
“Jangan
seperti nyonya rumah dirumah ini hanya karena kamu mengenal keluarga
kami sudah lama.. kamu bukan siapa-siapa dirumah ini..??”
Nyut..
perkataan Rae menghancurkan hatiku. “Emang.. aku bukan nyonya dirumah
ini, tapi aku adalah tunangannya kak Aan, walau dia udah gak ada..
seharusnya kamu sopan padaku.. dasar.. kamu fikir aku mau begini.., kamu
memang beda dengan kak Aan, kak Aan jauh lebih baik dari pada kamu..
dasar cowok brengsek..!!, aku gak akan pernah menegurmu lagi... aku
benci Rae..!!!” Teriakku sembari berlari meninnggalkan Rae dan
teman-temanya.
Sebelum aku pergi, ku lihat wajah merah padam Rae dan kebingungan
teman-temanya, tapi aku gak perduli, aku kesal karena tak dianggap
begitu, terutama karena aku gak dianggap Rae.
Dikamar aku hanya
menangis, bukan menangis karena rindu dengan Aan, tapi menangis karena
perlakuan Rae yang kasar. Aku tau dia terpaksa menerima pertunangan ini,
tapi setidaknya dia mengerti juga posisi aku, jika harus memilih aku
juga gak mau begini.
Bukan itu saja yang buat hatiku sakit, tapi perlakuannya terhadap
cewek tadi sangat lembut, tapi padaku.. kenapa begitu kasar. Siapa sih
cewek itu..??, pacarnya.??, kalau benar dia menduain aku dong.. aduh...
aku kenapa sih.. apa...?, apa aku cemburu..??. Kalau benar aku cemburu..
ini.. gak bisa dibiarkan.
Entah kenapa hatiku semakin sakit,
fikiranku kini melayang penuh ke udara. Tiba-tiba terlintas difikaranku
pantai tempat kami sering pergi bertiga. Segera aku ganti pakaian, dan
pergi menuju kepantai itu.
Sesampai disana, aku merasakan
kebahagiaan, aku pilih tempat yang tenang untuk fikiranku yang sangat
keruh ini. Tiba-tiba aku teringat senyum kak Aan, dan surat yang ia
berikan padaku. Aku pun mengambil surat itu dari dalam tasku,
kuingat-ingat bagaimana surat itu bisa berada di tanganku.
Waktu itu kami masih duduk dikelas 2 SMA, setiap hari di lokerku,
selalu ada cokelat dan bunga mawar kesukaanku, aku selalu bertanya siapa
yang memberikannya ini. Sebenarnya cara ini sudah kuno, tapi aku
bahagia mendapatkannya. Hari demi hari diperlakukan begini, aku sangat
senang, hinngga akhirnya aku jatuh cinta sama si pengirim ini. Aku
sebenarnya dekat dengan Rae, aku selalu menceritakan cerita pengagum
rahasiaku itu padanya, hingga aku jatuh cinta pada si pengirim.
Hingga
aku mendapatkan surat untuk bertemu dengannya di pantai ini, aku
berfikir yang mengetahui pantai ini adalah tempat favorit kami adalah
Rae, kak Aan dan aku. Entah kenapa memikirkan siapa diantara mereka
berdua yang mengirimkan surat ini membuat aku bahagia, apa lagi jika
yang mengirimkannya adalah kak Aan.
Aku pun pergi dan menuju kepantai, saat dipantai aku melihat Kak Aan
tengah berdiri menatap indahnya langit senja, entah kenapa kaki begitu
ringan untuk menuju kearahnya, aku menyapanya dengan begitu bahagia. Dia
pun membalasnya dengan begitu bahagia, saat itu lah dia mengucapkan
cinta padaku, dan aku menerimanya. Hanya saja dia tak pernah
menceritakan surat dan hadiah yang setiap hari dia berikan padaku, dan
saat itu juga dia tak memakai baju putih.
Mengingat kejadian itu, membuat fikiranku sedikit teringat sesuatu, teringat akan sosok seseorang yang juga berada disana.
“Rae...”
Desahku ketika mengingat siapa yang memakai baju putih dan membawa
sekuntum bunga mawar, lamunanku buyar. Segera kubuka selembar surat itu,
dan aku mengingat surat yang diberikan Rae padaku saat dia mau
berangkat ke Amerika, segera kuambil dalam tasku, dan kubuka. Aku
terkejut melihat tulisan yang begitu mirip ini, fikiranku menerawang
jauh, jangan-jangan yang menulis ini adalah.. Rae.
“Oh Tuhan..
benarkah ini..?? dan ucapan terakhir kak Aan, bahwa ada benang merah
diantara aku dan Rae... astaga... apa ini nyata untuk ku Tuhan...”
Helaan nafasku begitu panjang, kesalahankah yang kuperbuat ini, atau..
apa ini kenapa ada terbesik kebahagiaan jika memang benar Rae lah
pengirim surat ini.
Saat lamunanku begitu jauh melayang kelangit yang
berwarna kuning keemasan, sebuah hembusan nafas tak beraturan
membuyarkan lamunanku. Segera aku masukkan kedua surat itu kedalam tasku
kembali.
“Sedang.. sedang apa kamu disini...???” Terdengar suara
yang tak begitu keras dibandingkan dengan hembusan nafas pendek dan
begitu menyiksa itu.
Aku menoleh kearaha datangnya suara, ternyata
yang berada dibelakangku adalah Rae “Kau mau bunuh diri disini..??,
orang tua mu mencarimu kemana-mana...” Katanya seraya duduk disampingku.
Keberadaannya
sekarang membuat aku gugup, entah kenyataan yang samar-samar telah
kuketahui, atau.. “Maaf..” Hanya itu yang bisa kuucapkan
“Sudah
lah..” Katanya seraya menghelus rambutku “Aku juga minta maaf telah
membentak mu, mungkin karena perasaanku yang kacau.. In...??”
“Apa..??”
“Gak ada.. nampaknya kau suka sekali ke sini..?? apa karena ini tempat awal mula cintamu dengan kak Aan ya..??”
“Bukan...”
Jawab ku tegas “Tapi tempat ini adalah tempat pertemuanku dengan
pengeran berbaju putih yang telah menggetarkan hatiku, dengan hadiah dan
surat yang diberikannya padaku..”
Rae sedikit terdiam mendengar jawabanku, kemudian dia tersenyum manis. “Ya .. pangeran itu kak Aan bukan...??”
“Entahlah..” Jawabku sembari menatap langit yang begitu Indah.
“Ayo pulang...” Jawabnya tegas sembari berdiri dan melangkah pergi, aku kesal jika hatiku penuh tanya begini.
“Rae..!!”Seruku menghentikan lanngkah kakinya “Apa.. apa kau yang mengirimkan surat dan hadiah itu padaku..??”
“Kenapa kau menebak begitu..??” Tanyanya kembali padaku
“Karena...” aku gak tau harus memberikan alasan yang bagaimana
“Kalau memang iya kenapa..??, kau menyesal telah menjadi milik kak Aan..??”
“Bukan begitu..”
“Terus
apa...!!!” Bentaknya padaku tanpa melihat kearahku “Sudah lah.. aku gak
tahan lagi, aku meneruskan pertunangan ini, karena amanah kak Aan
padaku, dan juga karena aku tau kau akan mencintai kak Aan
selamanya...??, jika begini, aku rasa tak ada alasan lagi aku
mempertahankan pertunangan ini, aku akan membatalkannya, masalah amanah
dan dosa itu, aku yang akan menanggungnya, sekarang kau boleh pergi dari
kehidupanku..”
Perkataan Rae seperti pedang yang menembus ke
jantungku... “Aku mencintai kak Aan, tapi sebelumnya yang perlu kau tau
yang kucintai adalah sipengirim surat itu, saat aku tau kalau kak Aan
pengirimnya aku begitu bahagia, kau fikir aku akan melupakan kak Aan.. “
Air mataku mengalir bersama dengan perkataanku “Apa kau
mencinntaiku..??”
Pertanyaanku membuat kebungkaman didalam diri Rae “Tidak...!!” Jawabnya tegas
“Begitu.. lalu kenapa kau mengirimkan aku surat.. membuat aku berkhianat pada cinta kak Aan.. kenapa...???!!!” Teriakku kesal
Sekarang
tubuh Rae berbalik kearahku, dia mendekatiku dengan muka merah padam.
“Jaga ucapanmu.. berhentilah berfikir aneh begini..?”
“Kau yang jaga
hatimu.., apa kau tau bagaimana rasanya di bohongi begini.., mungkin kau
benar lebih baik aku gak kenal kalian berdua, sekarang aku tau apa
artinya ucapan terakhir Kak Aan padaku, kenapa dia begitu ingin
mempersatukan aku dan kamu.., kau keterlaluan Rae.. kau mengacaukan
hatiku.. dan sekarang kau mau meninggalkan aku.. katakan kau tak
mencintaiku.. katakan...!!”
Mendengar ucapanku, Rae hanya bisa
mematung, kini matanya begitu hangat padaku “Aku .. aku memang
mencintaimu sejak pertama kali bertemu, itulah sebabnya aku mengirikan
hadiah dan surat padamu, tapi kak Aan juga mencintaimu. Kau tau aku, aku
mengalah dan membiarkan dirimu lepas dari hidupku”
Plak aku menampar
Rae sebelum aku pergi meninggalkannya mematung di tepi Pantai. Sesampai
dirumah aku langsung masuk kamar, dan menguncinya dari dalam. Aku
manangis dan meenangis, bukan sakit hati karena ucapan Rae, tapi kesal
dan sedih karena aku mencintai Rae bukan Aan, aku kesal pada diriku
sendiri. Aku pengkhianat, dan aku kesal pada Rae, kenapa dia tidak jujur
padaku. Kenapa jadi begini pada hidupku. Aku sadar Rae datang
kerumahku, dia memohon untuk bertemu padaku, tapi aku tak ingin
menemuinya, aku tak ingin berkhianat pada cinta kak Aan, lebih baik aku
menghindarinya. Karena fikiran yang penat, tubuh begitu letih dengan
kejadian hari ini, aku pun tertidur.
Dalam mimpi yang begitu indah, aku bertemu dengan sosok yang kurindukan. “Kak Aan..” Kataku senang, segera kupeluk tubuhnya
“Apa kabarmu...??” Tanyanya lembut
“Kenapa kau meninggalkan aku..??”
“Itu
bukan kehendakku Inda, tapi kehendak yang maha kuasa, aku hanya manusia
biasa yang tak bisa menolak kehendaknya, bagaimana hubunganu dengan
Rae..??”
“Kenapa kau tanya itu..??”
“Kau mencintainya bukan..??
bertengkar lagi..?? Rae memang begitu bukan, kasar, dan egois, tapi dia
sangat sayang padamu melebihi rasa sayangku padamu..”
“Apa maksudmu..??”
“Maafkan
aku, aku tau yang mengirim surat itu adalah Rae, dan aku tau juga kau
mencintai Rae, tapi aku gak mau kehilangan dirimu, makanya aku
memutuskan untuk mendahului Rae.., aku kira aku siap melepas Rae dalam
hidupku, asal kau bersamaku.. tapi aku salah Rae yang rela melepasmu
untuk diriku, meski dia begitu terluka, itulah sebabnya dia pergi ke
Amerika, Inda..” Kata Kak Aan padaku sembari melepas pelukanku “Kau tak
berkhianat padaku, malah jika kau memilih dengan Rae, itulah pilihan
tepat untukmu, Rae sudah banyak menderita karena aku, aku mohon tolong
jaga adikku, bersatulah dengan cinta suci kalian, aku akan bahagia
disini, tanpa ada rasa bersalah karena aku menghalangi cinta kalian...
maafkan aku Inda... aku merestui hubungan kalian...” Bush... Kak Aan
menghilang dengan senyum manis yang meyakinkan jiwaku. Kepergian kak Aan
membangunkan ku, terlihat sinar matahari begitu terik memasuki relung
kamarku, ternyata hari sudah pagi.
Tiba-tiba aku ingat, hari ini.. hari ini aku harus menemui Rae.
Segera aku menuju kekamar mandi. Setelah mandi aku langsung ganti baju
dan berlari menuju kerumah Rae. Disana aku disambut hangat oleh keluarga
Handoko, tapi aku membalasnya dengan senyum saja. Aku takut Rae telah
pergi kuliah, segera aku berlari keatas menuju kamarnya.
Sesampai
disana aku meilhat Rae tidur dengan pakaian tadi malam saat dia
menjemputku di Pantai, aku mendekatinya dengan debaran jantung yang
begitu cepat. Saat aku mendekatinya, matanya terbuka.
“Inda...” Lirihnya menatapku. Matanya merah, dan sedikit bengkak. Mulutnya juga bau alkohol.
“Kau minum tadi malam...??”
“Bukan urusanmu...!!” Bentaknya kasar “Kenapa kau kesini...?? ada apa lagi..??”
“Aku... aku meminta maaf karena tadi malam aku sanagt keterlaluan padamu.. aku...”
“Sudah lah.. lebih baik kau keluar...” Katanya sembari berpaling dariku.
“Rae... aku..”
“Aku
bilang pergi...!!!” Sekarang dia melotot padaku “Kalau kau gak mau
pergi, aku yang pergi...” Katanya sembari berdiri dan berjalan keluar
meninggalkan aku
Aku tau dia marah dan kesal padaku, kenapa aku ini.
Ini mungkin terdengar egois, tapi aku tak akan melepasnya, dia gak akan
pernah kulepas lagi, dan dia gak akan pernah ku izinkan untuk
meninggalkan aku lagi, seperti dulu.
Saat tubuhnya berjalan keluar,
segera aku dekap dari belakang “Aku mencintaimu.. aku gak mau kau pisah
dariku.. cukup sudah dulu kau meninggalkan aku, sekarang aku tak ingin
kau pergi.. aku mencintaimu.. sangat mencintaimu.. jangan tinggalin
aku...”
Tiba-tiba tubuhnya jatuhnya terduduk, aku terkejut
melihat tubuh kekarnya oleng dihadapan ku “Rae.. kau baik-baik
saja...???” Kata ku berjongkok melihat kondisinya, belum selesai
jantungku shock melihat dia jatuh, sekarang aku kembali shock melihat
kondisi mukanya yang merah padam “Kau sakit Rae..” Sembari meletakkan
tanganku di keningnya
“Jangan sentuh..!!” Bentaknya kecil..
Setelah
kuperhatikan, dia bukan demam, tapi malu. Karena bukan wajahnya saja
yang memerah, telinganya juga ikut memerah. Entah kenapa timbul niatku
untuk menjahilinya “Kau malu ya karena aku menyatakan cinta padamu..
segitu sukanya sama aku..??”
“Apa an sich...” Elaknya sembari
memalingkan wajahnya dari tatapan jahil ku. Gelak tawaku mengembang
menembus keheningan relung kamar, aku tertawa melihat cowok yang begitu
keras ini malu didepanku.
Tawaku berhenti saat dia memelukku tiba-tiba “Rae..” Desahku menahan nafas
“Aku
juga mencintaimu.. sangat mencintaimu.. kali ini aku tak akan melepasmu
lagi, meski kau menangis dan meronta memintaku pergi, aku tak akan
melepasmu...” Kata-katanya membuat tubuhku terpaku, aku gak tau mau
balas apa, sekarang aku rasa mukaku yang merah padam. Dia pun melepas
pelukannya, dan menatap mataku, bibirnya kini menyentuh bibirku dengan
lembut “Aku menyayangimu Inda... maukah kau menikah dengan ku..??”
Pertanyaan
yang kutunggu dari mulutnya, hatiku senang aku mengangguk bahagia
dengan air mata berlinangan, langsung kupeluk tubuhnya, dia membalas
pelukanku. “Aku mau menikah denganmu.. sangat mau..” Ucapku penuh dengan
kebahgaian.
“Benang merah itu memang ada, dan tidak akan kubiarkan
siapapun yang memutuskannya…, kau hanya milikku, dan aku hanya
milikmu.., selamanya..”
“Selamanya..”
Janji ini akan memperkuat
benang merah yang telah mengikat kita Rae, kita akan menjaganya, dan
kita akan terus menambah benang merah diantara kita. Tuhan.. maaf jika
aku pernah merasa kalau ini tak adil, aku pernah meragukan kekuasaanmu,
kini aku tau dibalik setiap musibah ini, kegagalan cintaku pada kak Aan,
itu semua karena ada orang lain yang menjadi jodohku, karena dari awal
ikatanku bukan untuk Kak Aan, tapi untuk Rae.
Hari ini aku dan dia akan menyatu selamanya, benang merah yang
mengikat kami tak akan terputuskan selamanya. Sekarang aku menjadi
miliki Sikembar dari kelurga Handoko, diriku telah terikat oleh saudara
kembar yang membuat hatiku berdebar teru dan terus, terutama sibungsu
ini.
Untuk mu, Kak Aan. Terima kasih karena telah mempersatukan kami,
mungkin aku bukan cewek yang baik untukmu, karena aku mengkhianati
cintamu. Tapi, aku yakin kau mengerti dan bahagia disana, doakan kisah
cinta kami, kan kujaga adikmu dan juga amanahmu. Bersamanya.., kan
kujalin kasih yang kuat, dan bersamanya kan kami kenang jasamu untuk
selamanya, dengan mempersatukan cinta suci kami.